1. Sejarah dan tahapan model waterfall
Sejarah Model Waterfall
Penggunaan metode waterfall pertama kali diperkenalkan oleh
Herbert D. Benington di Symposium on Advanced Programming Method for Digital
Computers pada tanggal 29 Juni 1956. Presentasi tersebut menjelaskan tentang
pengembangan perangkat lunak untuk SAGE (Semi Automatic Ground Environment).
Pada tahun 1983, dipresentasikan kembali oleh Benington dan
menjelaskan tentang fase – fase dalam proses pengembangannya. Dan pada tahun
1985, Departemen Pertahanan Amerika Serikat juga menggunakan metode ini dengan
beberapa tahapan yang digunakan, terdiri dari 6 fase, yaitu: Preliminary
design, Detailed design, Coding and unit testing, Integration, dan Testing.
Tahapan Model Waterfall
Setelah mengetahui apa itu metode waterfall, selanjutnya
masuk pada pembahasan mengenai tahapan metode waterfall.
1. Requirement
Tahapan metode waterfall yang pertama adalah mempersiapkan
dan menganalisa kebutuhan dari software yang akan dikerjakan. Informasi dan
insight yang diperoleh dapat berupa dari hasil wawancara, survei, studi
literatur, observasi, hingga diskusi.
Biasanya di dalam sebuah perusahaan, tim analis akan
menggali informasi sebanyak – banyaknya dari klien atau user yang menginginkan
produk beserta dengan kebutuhan sistemnya. Selain itu, juga dapat mengetahui
setiap batasan dari perangkat lunak yang akan dibuat.
2. Design
Tahap yang selanjutnya adalah pembuatan desain aplikasi
sebelum masuk pada proses coding. Tujuan dari tahap ini, supaya mempunyai
gambaran jelas mengenai tampilan dan antarmuka software yang kemudian akan
dieksekusi oleh tim programmer.
Untuk proses ini, akan berfokus pada pembangunan struktur
data, arsitektur software, perancangan interface, hingga perancangan fungsi
internal dan eksternal dari setiap algoritma prosedural. Tim yang mengerjakan
tahap ini, biasanya lebih banyak menggunakan UI/UX Designer, atau orang yang
memiliki kemampuan dalam bidang desain grafis atau Web Designer.
3. Implementation
Tahapan metode waterfall yang berikutnya adalah implementasi
kode program dengan menggunakan berbagai tools dan bahasa pemrograman sesuai
dengan kebutuhan tim dan perusahaan. Jadi, pada tahap implementasi ini lebih
berfokus pada hal teknis, dimana hasil dari desain perangkat lunak akan
diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman melalui tim programmer atau
developer.
Di dalam tahap pengembangan, biasanya dibagi lagi menjadi 3
tim yang memiliki tugas yang berbeda. Pertama ada front end (untuk client
side), backend (untuk server side), dan full stack (gabungan antara front end
dan backend). Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan pemeriksaan lebih dalam
terkait dengan modul yang sudah dibuat, apakah berjalan dengan semestinya atau
tidak.
4. Integration & Testing
Tahap yang keempat, masuk dalam proses integrasi dan
pengujian sistem. Pada tahap ini, akan dilakukan penggabungan modul yang sudah
dibuat pada tahap sebelumnya. Setelah proses integrasi sistem telah selesai,
berikutnya masuk pada pengujian modul.
Yang bertujuan untuk mengetahui apakah perangkat lunak sudah
sesuai dengan desain, dan fungsionalitas dari aplikasi apakah berjalan dengan
baik atau tidak. Jadi, dengan adanya tahap pengujian, maka dapat mencegah
terjadinya kesalahan, bug, atau error pada program sebelum masuk pada tahap
produksi. Orang yang bertanggung jawab untuk melakukan testing adalah QA
(Quality Assurance) dan QC (Quality Control).
5. Operation & Maintenance
Tahapan metode waterfall yang terakhir adalah pengoperasian
dan perbaikan dari aplikasi. Setelah dilakukan pengujian sistem, maka akan
masuk pada tahap produk dan pemakaian perangkat lunak oleh pengguna (user).
Untuk proses pemeliharaan, memungkinkan pengembang untuk melakukan perbaikan
terhadap kesalahan yang ditemukan pada aplikasi setelah digunakan oleh user.
Jadi, pada intinya model waterfall ini dalam proses pemakaiannya mengikuti prinsip dari air terjun. Dimana setiap pekerjaan akan dilakukan secara berurutan mulai dari atas hingga ke bawah. Hal tersebut yang merupakan karakteristik dari SDLC ini.
2.Kelebihan dan Kekurangan Model Waterfall
Kelebihan
Salah satu kelebihan dalam metode ini adalah dengan model pengerjaannya yang linear, sehingga meminimalisir kesalahan. Selain itu, pengerjaan yang terstruktur dan terlihat jelas arahnya, membuat metode ini juga bisa menjadi pilihan yang cocok dalam pengembangan software.
Berikut ini merupakan beberapa kelebihan yang ada dalam model waterfall ini.
Sistem rangkaian jelas
Memiliki alur yang jelas, membuat pengerjaan proyek akan semakin
mendetail. Dengan begitu, kesalahan bisa dikurangi. Semakin terperinci tugas
yang akan dikerjakan, maka semakin kecil juga potensi kesalahan yang akan
dilakukan.
Gambaran akhir yang jelas
Pada
tahap awal pengembangan melalui metode ini, dibutuhkan analisa data yang jelas
dan lengkap. Hal tersebut membuat proyek memiliki tujuan akhir yang jelas.
Dengan begitu, tentu produk yang dihasilkan akan setia pada konsep awal.
Baik dalam dokumentasi
Salah satu kelebihan yang ada dalam model ini adalah baik dalam dokumentasi. Karena hal tersebut, setiap progres dan informasi bisa tercatat dan dapat diakses oleh pengembang yang lain.
Kekurangan
Dalam model ini, pengembangan software juga memiliki kekurangan. Salah satu kekurangan yang ada adalah dengan tidak fleksibelnya pengerjaan sebuah proyek. Karena pengerjaan yang linear, sulit untuk banyak melakukan perubahan dari konsep awal .Jadi jika ada informasi yang tidak terdokumentasi, maka mustahil untuk dilakukan perubahan.
Berikut ini merupakan beberapa kekurangan yang ada dalam model waterfall ini
Tidak fleksibel
Jika klien memiliki perubahan visi di tengah jalan, tentu akan sulit
bagi pengembang untuk merubahnya. Pengerjaan yang linear memaksa hasil akhir
harus setia dengan konsep di awal.
Memakan waktu yang lama
Pengerjaan
yang linear dan struktural tersebut, memaksa proses yang dilakukan menjadi
lama. Pengerjaan yang tidak bisa dilakukan secara paralel, tentu bisa lebih
memakan banyak waktu.
Potensi kenaikan biaya yang besar
Karena produk software baru bisa dilihat setelah hasil akhirnya jadi,
maka jika ada rasa tidak puas dan revisi dari klien, dibutuhkan pengerjaan
ulang. Karena pengulangan tersebut tentu biaya dan tenaga yang dikeluarkan akan
lebih besar
3.Contoh penggunaan model waterfall
Contoh Metode Waterfall Sistem Informasi
Berikut ini adalah contoh penerapan metode waterfall pada
sistem informasi alumni pada sebuah SMK
No |
Tahapan |
Uraian |
1 |
Alasan
menggunakan waterfall |
Karena
kebutuhan pihak sekolah telah jelas |
2 |
Analisis |
Analisis
kebutuhan dilakukan dengan cara mewawancarai coordinator BK SMK A. Dari
wawancara didapatkan data-data seputar alumni, seperti : total alumni yang
lulus, alumni yang bekerja, dan alumni yang melanjutkan studi |
3 |
Desain |
Perancangan
sistem menggunakan ERD seperti Use Case dan Sequence |
4 |
Implementasi |
Sistem
informasi akan dibuat menggunakan bahasa pemrograman PHP dengan Framework
CodeIgninter. |
5 |
Pengujian
Sistem |
Pengujian
dilakukan pada aspek fungsionalitas kepada ahli sistem informasi, petugas
administrator dan alumni langsung. |
6 |
Maintenance |
Pemeliharaan
akan dilakukan apabila ada update fitur atau memperbaiki kesalahan yang
ditemukan pada saat sistem digunakan langsung oleh user. |
Sumber :
1.https://badoystudio.com/metode-waterfall/
2.https://nucareer.id/article/detail/kelebihan-dan-kekurangan-metode-waterfall-begini-cara- kerjanya
3.
https://www.sekawanmedia.co.id/blog/metode-waterfall/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar